Bagaimana Muslim di China Merayakan Idul Adha? Ini Faktanya!

bagaimana muslim di China merayakan Idul Adha

Idul Adha, yang dikenal sebagai Festival Kurban, merupakan salah satu hari besar paling penting dalam agama Islam. Di China, perayaan ini juga disambut dengan khidmat oleh jutaan umat Muslim yang tersebar di berbagai wilayah, terutama dari etnis Hui dan Uighur. Meski berada di negara dengan mayoritas penduduk non-Muslim, komunitas Muslim di China tetap menjaga tradisi dan makna spiritual Idul Adha, mulai dari salat Id, penyembelihan hewan kurban, hingga berbagi dengan sesama. Bagaimana suasana Idul Adha di tengah budaya dan aturan yang berbeda?

Hallo teman teman kali ini kita akan membahas tentang bagaimana muslim di China merayakan Idul Adha? Yuk kita simak !

Bagaimana Muslim di China Merayakan Idul Adha? Ini Faktanya!

Di negara dengan populasi Muslim sekitar 20 juta jiwa, perayaan Idul Adha tetap berlangsung meriah dan penuh makna, meski dalam suasana yang berbeda. Dari masjid-masjid di kota besar hingga desa-desa terpencil, umat Muslim di China menjalankan ibadah kurban dan salat Id dengan semangat kebersamaan yang kuat.

 

Berikut ini beberapa fakta menarik yang jarang diketahui.

  1. Libur Khusus di Beberapa Daerah

Pemerintah China tidak menetapkan Idul Adha sebagai hari libur nasional, namun di wilayah otonomi seperti Xinjiang dan Ningxia, yang memiliki populasi Muslim cukup besar, hari raya ini diakui sebagai hari libur lokal. Pemerintah setempat biasanya memberikan izin cuti bagi umat Muslim untuk menjalankan ibadah dan merayakan hari raya bersama keluarga.

  1. Salat Id di Masjid-Masjid Besar

Seperti di negara Muslim lainnya, perayaan Idul Adha dimulai dengan salat Id yang dilaksanakan secara berjamaah di masjid-masjid. Masjid Raya Xi’an, Masjid Nanguan di Yinchuan, dan Masjid Id Kah di Kashgar adalah beberapa tempat ibadah yang selalu dipenuhi jemaah pada hari raya ini. Para pria mengenakan pakaian tradisional Muslim dan peci putih, sementara perempuan mengenakan kerudung sebagai bagian dari adat dan kepercayaan.

  1. Tradisi Kurban yang Tetap Dilaksanakan

Setelah salat Id, umat Muslim melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih hewan, biasanya kambing, domba, atau sapi. Proses penyembelihan dilakukan sesuai syariat Islam, dan daging kurban kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan terutama kepada mereka yang membutuhkan. Meskipun di beberapa daerah terdapat aturan ketat terkait penyembelihan hewan, umat Muslim tetap mencari cara agar ibadah kurban dapat berjalan sesuai ajaran agama.

  1. Makanan Khas dan Tradisi Keluarga

Idul Adha juga menjadi momen berkumpulnya keluarga besar dan menyantap makanan khas daerah. Hidangan seperti yangrou paomo (roti pipih dengan sup daging kambing), niang pi (mi dingin ala Xi’an), dan pilaf khas Uighur biasanya disajikan untuk merayakan hari raya. Tradisi berbagi makanan kepada tetangga lintas agama juga menjadi simbol toleransi dan kebersamaan.

  1. Pengawasan Pemerintah dan Penyesuaian Tradisi

Dalam beberapa tahun terakhir, perayaan Idul Adha di China tidak lepas dari pengawasan pemerintah, terutama di wilayah Xinjiang. Beberapa komunitas Muslim harus menyesuaikan tradisi mereka agar sesuai dengan aturan lokal, termasuk soal tempat penyembelihan hewan dan pelaporan kegiatan keagamaan. Meski begitu, umat Muslim tetap berusaha menjalankan ibadah secara damai dan sesuai keyakinan mereka.

  1. Simbol Toleransi dan Keberagaman di China

Perayaan Idul Adha di China mencerminkan keragaman budaya dan agama yang ada di negara tersebut. Meskipun tantangan tetap ada, komunitas Muslim berupaya menjaga tradisi keagamaan mereka sambil tetap hidup berdampingan dengan masyarakat luas. Hal ini menjadi bukti bahwa toleransi antarumat beragama masih tumbuh, terutama di kalangan akar rumput.

  1. Peran Komunitas dan Organisasi Islam Lokal

Di berbagai daerah, organisasi Islam lokal seperti Islamic Association of China atau asosiasi Islam daerah memainkan peran penting dalam mengatur pelaksanaan salat Id, penyembelihan hewan kurban, hingga pengaturan distribusi daging. Mereka juga membantu umat Muslim mengikuti aturan pemerintah lokal agar perayaan tetap aman dan tertib.

  1. Masjid Sebagai Pusat Aktivitas Sosial

Selain menjadi tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat aktivitas sosial selama Idul Adha. Setelah salat Id, banyak masjid menyelenggarakan ceramah, kegiatan amal, hingga jamuan makan bersama. Di beberapa wilayah, masjid bahkan menjadi tempat penyaluran bantuan untuk warga Muslim kurang mampu dalam bentuk daging kurban dan bahan pokok.

  1. Perbedaan Antara Etnis Hui dan Uighur

Cara perayaan Idul Adha bisa sedikit berbeda antara komunitas Muslim etnis Hui (yang tersebar luas di seluruh China) dan Uighur (yang banyak tinggal di Xinjiang). Etnis Hui lebih terasimilasi dengan budaya Han dan biasanya lebih mudah beradaptasi dengan regulasi pemerintah, sedangkan etnis Uighur cenderung mempertahankan budaya dan bahasa mereka yang khas, termasuk dalam cara mereka merayakan hari besar Islam.

  1. Media Sosial dan Perayaan Virtual

Di kalangan generasi muda Muslim, media sosial juga menjadi sarana untuk berbagi kebahagiaan Idul Adha. Mereka mengunggah foto-foto salat Id, hidangan khas, hingga pesan-pesan keagamaan. Di masa pandemi, beberapa komunitas bahkan mengadakan kajian atau ceramah Idul Adha secara online, termasuk penggalangan dana kurban daring.

  1. Perubahan dalam Beberapa Tahun Terakhir

Dalam beberapa tahun terakhir, ada perubahan dalam ruang gerak keagamaan di China. Beberapa masjid mengalami pengawasan ketat, termasuk larangan pengeras suara untuk adzan atau pembatasan kegiatan anak-anak di masjid. Hal ini berdampak pada bagaimana umat Muslim merayakan Idul Adha, terutama dalam hal publikasi atau keramaian.

  1. Sejarah Panjang Islam di China

Islam masuk ke China lebih dari 1.300 tahun yang lalu, sejak masa Dinasti Tang (abad ke-7), melalui jalur perdagangan Jalur Sutra. Selama berabad-abad, Islam berkembang dan melebur dengan budaya lokal. Komunitas Muslim Hui adalah contoh dari akulturasi ini—mereka adalah keturunan pedagang Arab dan Persia yang menikah dengan penduduk Han lokal, dan kini menjadi salah satu kelompok Muslim terbesar di China. Karena itu, tradisi seperti Idul Adha telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat Tionghoa selama ratusan tahun.

  1. Idul Adha dan Hubungan Antaragama

Meski merupakan negara ateis secara resmi, kehidupan beragama di China berlangsung dengan cara yang unik. Perayaan Idul Adha tidak hanya dihadiri oleh umat Muslim, tetapi juga menjadi kesempatan untuk memperkuat hubungan antar-etnis dan antar-agama. Di beberapa kota, tetangga non-Muslim bahkan turut membantu atau sekadar hadir dalam suasana kebersamaan. Hal ini mencerminkan semangat gotong royong dan toleransi sosial yang masih terjaga, terutama di lingkungan masyarakat bawah.

Namun, perlu dicatat bahwa hubungan ini bisa berbeda tergantung pada wilayah dan situasi politik setempat. Di daerah yang lebih terbuka, toleransi berjalan cukup baik. Sementara di daerah dengan ketegangan etnis atau politik, perayaan keagamaan bisa lebih dibatasi.

  1. Pandangan Dunia Internasional

Perayaan Idul Adha di China juga tidak lepas dari sorotan internasional, khususnya terkait isu kebebasan beragama di wilayah Xinjiang. Komunitas internasional dan organisasi HAM sering mengkritik pembatasan yang diberlakukan terhadap umat Muslim di sana, termasuk dalam hal perayaan hari besar keagamaan. Meskipun pemerintah China menyatakan bahwa kebijakan mereka ditujukan untuk menjaga stabilitas dan melawan ekstremisme, perbedaan perspektif ini terus menjadi perhatian global.

Di sisi lain, negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan Turki juga menunjukkan solidaritas terhadap umat Muslim di China. Beberapa organisasi bahkan menyalurkan hewan kurban ke wilayah-wilayah minoritas Muslim sebagai bentuk dukungan kemanusiaan.

  1. Makna Spiritual yang Tetap Hidup

Terlepas dari tantangan sosial atau politik, umat Muslim di China tetap berusaha menjalankan Idul Adha dengan penuh iman dan keikhlasan. Bagi mereka, hari raya ini bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga tentang memperkuat hubungan dengan Allah, menjaga silaturahmi, serta berbagi rezeki kepada sesama. Di tengah berbagai batasan, makna spiritual Idul Adha tetap hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi.

 

Demikian ulasan bagaimana muslim di China merayakan Idul Adha. Tentunya masih banyak informasi menarik lainnya dari admin MandarinMe diantaranya Asal Usul Marga Tionghua Yang Sering Digunakan Beserta Arti, Asal dan Diaspora. Semoga informasi ini bermnafaat untuk kita semua.

Mungkin Anda juga menyukai